Sunday, April 9, 2017

Budaya Atau Tradisional Di Wilayah Papua

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjx6JKYV3Szg1XhaW5nDpozBg2fdvkvyrxZV93c5Gh5iZqDoZfnGGJ01p07zOwgu4CD_5ReaiEJ3EkKMWqC5BbRnTbEd-2IVe8k0yWOLQmDd7SZF8VVe1OJeIhaW96Eszek759-A5xnWm4/s1600/Screenshot_3.jpg

Kali ini saya mengangkat tentang suku terbesar di Papua, yakni suku Dani. Orang bilang, "kalau berkunjung ke Papua, belum lengkap jika tidak singgah di Wamena". Wamena adalah wilayah di mana suku Dani berasal. Daerah ini merupakan jantung dari Papua yang terletak di puncak tertinggi Papua. Di bawah ini saya sajikan sedikit pengetahuan tentang suku Dani di Wamena, Papua. Semoga tulisan ini semakin menambah pengetahuan anda. Selamat membaca. Dan semoga bermanfaat bagi orang papua.

A. Pendahuluan
Nama Dani sebagai nama suku diberikan oleh orang luar pada tahap-tahap awal suatu ekspedisi gabungan Amerika dan Belanda pada tahun 1926 pimpinan M.W. Striiling. Arti nama itu dan asal-usul kata itu tidak jelas, namun menurut catatan yang dikutip dari laporan Le Roux, nama Dani berasal dari bahasa Moni, yakni “Ndani” yang berarti “sebelah timur arah matahari terbit”.

Para penduduk asli sendiri tidak tahu apa artinya kata itu dan tidak tahu siapa yang memberikan nama suku mereka. Masyarakat di sebelah lembah besar mengenal “Ndani” dalam pengertian “perdamaian”.

Dalam tradisi asli masyarakat Hubula

Sendiri tidak pernah memberikan suatu nama untuk kelompok-kelompok sosial politik di wilayah lembah besar, tetapi setiap kesatuan politik memiliki nama-nama tertentu menurut aliansi dan konfederasi perang. Paham suku menurut masyarakat asli adalah sama dengan paham kesatuan aliansi dan konfederasi perang. Sering nama wilayah sama dengan aliansi dan konfederasi perang dan itu dimengerti oleh orang Hubula sebagai suku. Maka paham suku menurut pemahaman orang Hubula berbeda dengan pengertian modern, misalnya, aliansi Ohena sama dengan suku Ohena, demikian pula Kurima, Asolokobal, Wio atau Mukoko, Omarikmo.

Sejak dulu sebelum kontak dengan dunia luar, orang-orang yang bermukim di lembah besar ini memandang dirinya sebagai orang Hubula. Mereka menamakan dirinya Hubula untuk membedakan dirinya dengan orang-orang yang bermukim di luar lembah besar. Orang-orang di balik gunung sebelah utara dan timur disebut Yali, orang-orang di bagian selatan lembah dan di balik gunung disebut Kurima dan orang-orang di sebelah barat dan utara dari lembah besar disebut Palika. Namun nama Hubula untuk orang-orang yang bermukim di lembah besar tidak pernah dipakai, baik pada zaman ekspedisi, zaman misionaris, zaman pemerintah Belanda maupun zaman pemerintah Indonesia sampai sekarang. Nama Hubula sebagai nama suku untuk masyarakat asli di lembah besar ini mulai dipakai secara resmi setelah Kongres Papua tahun 2000 dan secara khusus sejak dibentuknya Dewan Adat Papua versi rakyat Papua pada 2001

Pokok-pokok yang diangkat oleh penulis dalam tulisan ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan suku Dani pada umumnya. Sesuai dengan rujukan etnografi yang dipakai oleh penulis maka pembahasan tulisan ini diawali dengan pembicaraan seputar lokasi, lingkungan dan demografi. Pembahasan berlanjut dengan asal mula dan sejarah suku Dani. Bahasa sebagai salah satu sarana komunikasi yang paling vital juga dibahas pada bagian berikutnya. Pada bagian selanjutnya juga dibahas tentang sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, sistem religi dan kesenian.

Pendapat penulis mengenai situasi aktual suku Dani, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan pokok yang telah disebutkan menjadi bagian akhir dari pembahasan dalam tulisan ini. Lokasi, Lingkungan Alam dan Demografi

Lokasi

Suku Dani menyebar di tengah dataran tinggi jantung pulau Cenderawasih – Papua Barat, pada ketinggian sekitar 1600 meter di atas permukaan laut. Di tengah-tengah pegunungan Jayawijaya terbentang luas Lembah Balim yang sering dijuluki lembah agung (Grand Valley), sepanjang ±15 km, dan bagian yang terlebar berjarak ± 10 km. Lembah Balim ini dialiri oleh sungai Balim (Palim = potong, diindonesiakan menjadi Balim/sungai yang memotong lembah besar), yang bersumber di lereng pegunungan Jayawijaya dan mengalir ke arah timur. Pada 139° BT sungai ini membelok dan terjun bergabung dengan sungai Mamberamo. Lembah Balim memiliki luas sekitar 1200 km2.

Secara geografis Kabupaten Jayawijaya terletak antara 30.20º - 50.20º LS serta 137.19º sampai 141º BT. Batas-batas daerah Kabupaten Jayawijaya adalah sebagai berikut : Sebelah utaraberbatasan dengan Kabupaten Jayapura dan Kabupaten Yapen Waropen, sebelah barat dengan Kabupaten Paniai, sebelah selatan dengan Kabupaten Merauke dan sebelah timur dengan negara Papua New Guinea, (BPS, Kabupaten Jayawijaya, 2007).Lingkungan Alam

Jayawijaya beriklim tropis basah. Hal ini dipengaruhi oleh letak ketinggian dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 17,50º C dengan curahhujan rata-rata 152,42 hari per tahun, tingkat kelembaban di atas 80%, angin berhembus sepanjang tahun dengan kecepatan rata-rata tertinggi 14 knot/jam dan terendah 2,5 knot/jam. Topografi Kabupaten Jayawijaya terdiri dari gunung-gunung yang tinggi dan lembah-lembah yang luas. Diantara puncak-puncak gunung yang ada, beberapa di antaranya selalu tertutup salju, misalnya Pucak Trikora (4.750 m), Puncak Yamin (4.595 m)dan Puncak Mandala (4.760 m). Tanah pada umumnya terdiri dari batu kapur/gamping dan granit yang terdapat di daerah pegunungan, sedangkan di sekeliling lembah merupakan percampuran antara endapan lumpur, tanah liat dan lempung.

Di daerah ini terdapat banyak margasatwa yang aneh dan menarik yang hidup di tengah-tengah pepohonan tropis yang luas dan beraneka ragam. Hutan-hutan tropis ditumbuhi oleh berbagai tumbuhan dan hutan cemara, semak rhodedendronds dan spesies tanaman pakis dan anggrek yang sangat mengagumkan. Dekat dengan daerah salju di puncak-puncak gunung terdapat tanaman tundra. Hutan-hutan juga memiliki jenis-jenis kayu yang sangat beranekaragam. Hutan-hutan dan padang rumput Jayawijaya merupakan tempat hidup kuskus, kanguru, kasuari dan banyak spesies burung misalnya cenderawasih, mambruk dan nuri. Selain itu juga ada jenis kupu-kupu yang beranekaragam warna dan coraknya.Demografi

Kekerabatan suku Dani bersifat patrilineal. Garis keturunan dihitung dari satu kelompok nenek moyang mulai dari ayah sampai enam atau tujuh generasi. Perkawinan orang Dani bersifat poligini, di mana seorang laki-laki memiliki beberapa orang istri. Keluarga batih ini tinggal di satu satuan tempat tinggal yang disebut silimo. Satu silimo terdiri dari beberapa bangunan tempat tinggal istri-istri dan satu tempat tinggal pria. Dalam satu silimo bisa terdapat beberapa keluarga batih. Sebuah desa Dani terdiri dari tiga sampai empat silimo yang dihuni delapan sampai sepuluh keluarga.

Masyarakat Baliem (Dani) senantiasa hidup berdampingan dan saling tolong menolong. Kehidupan kemasyarakatan suku Dani memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

* Masyarakat Dani memiliki kerja sama yang bersifat tetap dan selalu bergotong royong dalam menyelesaikan setiap pekerjaan. Misalnya dalam membuka kebun baru. Laki-laki mengolah tanah hingga siap ditanami dan setelah itu kaum wanita menanam dan menyianginya.

* Setiap rencana pendirian rumah selalu didahului dengan musyawarah yang biasanya dipimpin oleh seorang penatua adat/kepala suku.

Musyawarah tersebut berlangsung atas permintaan pemilik bangunan atau rumah yang akan dibangun. Musyawarah biasanya dilakukan di rumah laki-laki (honai) atau kadang kala di halaman depan rumah laki-laki dari klen pemilik rumah. Dalam musyawarah itu dibicarakan lokasi atau tempat mendirikan bangunan, pembagian tugas dan waktu pelaksanaannya.

Jumlah penduduk Suku Dani di Lembah Balim ± 60.000 orang. Sebagian besar orang Dani berambut keriting, berkulit cokelat tua, dengan tinggi badan rata-rata 1,60 m. Tetapi ada pula yang tingginya mencapai 1,70 m. Selain itu, ada yang tingginya 1,53 m. Namun, ada juga orang Dani yang berambut ombak dan berkulit terang, seperti sebagian orang yang ada di wilayah Kurulu. Asal Mula dan Sejarah Suku Dani.

Ada beberapa versi mitologi mengenai asal usul suku Dani. Asal usul itu sebagai berikut:
· Suku Dani berasal dari keturunan sepasang suami istri yang menghuni suatu danau di sekitar kampung Maima di Lembah Balim Selatan. Mereka mempunyai anak bernama Wita dan Waya. Keturunan kedua orang ini membagi masyarakat Dani dalam 2 moety/paruh masyarakat yaitu keturunan Wita dan Waya. Oleh karena itu orang Dani dilarang menikah dengan kerabat satu moety.
· 
Nenek moyang orang Dani keluar dari suatu tempat yaitu mata air “Seinma” di sebelah selatan kota Wamena dan sebelah utara dari kecamatan Kurima. Mereka keluar pada waktu itu dalam dua kelompok (moiety) yaitu Wita dan Waya.
·
Manusia pertama yang hadir di dunia tinggal di gua Huwinmo (Maima) di lembah Pugima, dianggap sebagai cikal bakal masyarakat Balim. Ia disebut Nmatugi. Kedatangannya ke gua Huwinmo disertai oleh beberapa binatang melata, beberapa jenis unggas, di antaranya ular dan burung. Menurut legenda, pada suatu waktu terjadilah pertengkaran antara burung dan ular. Mereka sepakat bahwa bila ular menang maka manusia tidak mati (abadi) dan hanya akan berganti kulit seperti ular untuk memperpanjang kehidupannya. Sebaliknya, jika burung yang menang maka manusia harus mengalami kematian. Ternyata burunglah yang memenangkan pertengkaran itu, maka manusia tidak abadi. Mereka yakin dan percaya akan kebenaran legenda asal mula tersebut, tetapi mereka pun masih berharap akan mendapatkan kehidupan yang abadi, tanpa penderitaan, penuh dengan kegembiraan, keadilan dan kemuliaan. Mereka percaya bahwa sakit dan kematian dapat mereka hindari apabila terjalin hubungan yang baik antara manusia dan nenek moyangnya. Bahasa

Bahasa adalah salah satu sarana komunikasi yang paling vital. Di mana pun manusia berada, pasti menggunakan bahasa. Bahasa membantu setiap orang untuk berelasi dengan orang lain. Apa pun bentuknya, bahasa yang dimiliki oleh sekelompok orang tetap menjadi sarana komunikasi bagi kelangsungan hidup kelompok tersebut. Bahasa yang digunakan secara umum oleh suku Dani (sebutan buat orang-orang yang ada di lembah, yang digunakan oleh orang-orang dari suku Moni; mereka menyebutnya Ndani, sedangkan orang gunung menyebutnya Hubula/lembah) adalah bahasa Dani(Hubula) yang termasuk dalam rumpun bahasa non-Austronesia.

Jika dilihat dari penuturannya maka bahasa di daerah Jayawijaya dapat digolongkan menjadi tiga rumpun bahasa yaitu:

a. Rumpun bahasa Ok (ada juga di Papua New Nugini) bahasa Ngalum di Oksibil dan Kiwirok sekitarnya dengan kira-kira 10.000 penutur.
b. Rumpun bahasa Mee (belum jelas bagaimana bahasa tersebut digunakan).
c. Rumpun bahasa Balim. Rumpun bahasa ini dapat digolongkan ke dalam tiga sub rumpun yaitu: sub rumpun Yali-Ngalik, sub rumpun Balim Pusat dan sub rumpun Wano.
Hanya saja ada sedikit perbedaan dalam penuturannya (dialek) yang dibagi atas tiga wilayah penuturan, yakni:

1. Lembah Balim bagian Timur (Hetigima/sebelah timur Kecamatan Wamena Kota dan sebagian besar dari Kecamatan Kurima),
2. Wamena, Pugima, Kurulu, Musatfak dan sekitarnya (Lembah Balim Tengah),
3. Kimbim dan sekitarnya (Lembah Balim bagian Barat).

Misalnya; Nayak (sapaan selamat buat laki-laki, wilayah 1); Narak (wilayah 2), Nore (wilayah 3).
Sementara itu berdasarkan fonemik dari logat/dialek bahasa Dani yang diteliti oleh H.M Bromley

Maka logat/dialek itu dibagi lagi menjadi sembilan jenis, yakni:

a. Logat Dani induk di daerah-daerah Lembah Balim Hulu.
b. Logat Dani bagian Barat di Lembah Ilaga, Sinak, Swart dan Hablifuri Hulu.
c. Logat Dani Wolo di sekitar sungai Wolo di lereng gunung Piramid.
d. Logat Dani Kimbim di sekitar sungai Kimbim dan Wosi.
e. Logat Dani Ibele sekitar sungai Bele.
f. Logat Dani Aikhe sekitar sungai Aikhe.
g. Logat Dani daerah Wamena dan sekitar sungai Uwe hingga kira-kira sungai Mugi.
h. Logat Dani Jurang di daerah yang menyempit di lembah sungai Balim.
i. Logat Dani Hablifuri di daerah Hablifuri.

Sistem Teknologi Teknologi asli masyarakat suku Dani sangat sederhana. Alat-alat utama mereka terbuat dari batu yang gosok sampai halus, kayu dan sejenis bambu yang disebut lokop. Alat-alat yang terbuat dari batu antara lain kapak, pahat atau kapak tangan. Batu-batu dihaluskan sehingga berwarna hitam, kemudian dibuat tajam pada satu sisinya. Mata kapak dari batu dibentuk segi tiga dan diasah satu sisinya, kemudian diberi tangkai kayu. Tangkai dan mata kapak disambung dengan tali rotan yang dililitkan melintang dan saling tindih mengikat mata kapak pada tangkainya.

Masyarakat Balim mengenal bermacam-macam kapak, antara lain:
· Ewe Yake untuk membelah kayu,
· Yake keken untuk memotong,
· Yake Kewok (bentuknya seperti cangkul) untuk mengorek tanah.
Untuk keperluan berkebun selain yake kewok, mereka juga menggunakan tongkat penggali (digging stick) untuk membalik-balikkan tanah agar menjadi gembur. Lubang-lubang untuk memasukkan bibit dibuat dengan menggunakan kayu yang diruncingkan.
Tongkat penggali (digging stick) orang Dani panjangnya 1½-2 meter dan tajam pada kedua ujungnya. Tongkat ini digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas berat seperti membalik tanah. Tongkat untuk perempuan panjangnya 2-3 meter dan digunakan untuk penyiangan, penanaman dan pemanenan. Ada juga pisau bambu yang terdiri dari empat bagian bambu muda kira-kira 6-8 inci panjang dan cukup tajam untuk menyembelih daging, memotong rambut, dan lain sebagainya. Selain itu, ada juga pisau yang terbuat dari tulang rusuk babi.
Orang Dani memiliki kantong berbentuk seperti jaring yang disebut noken. Noken terbuat dari serat pohon melinjo (Ganemo). Perempuan Balim pada umumnya mengenakan tiga lapis noken yang digantungkan dari dahi ke punggung. Noken pertama yang paling bawah berisi hipere, noken kedua berisi anak babi, dan noken yang ketiga berisi bayi sang ibu.

Dalam masyarakat Dani juga ditemukan semacam dayung yang tampaknya digunakan sebagai sekop sederhana. Di Dani bagian Barat digunakan semacam dayung (eleebe) untuk menggali dan mengeluarkan hipere/hom yang ditimbun dalam abu panas. Selain itu, orang Dani juga menggunakan kayu yang dibelah bagian ujungnya dan berfungsi untuk memindahkan batu panas ke dalam lubang untuk memasak daging. Variasi yang kecil dari kayu penjepit ini digunakan di rumah untuk mengambil ubi (hipere) panas dari abu.

Orang Dani juga memiliki berbagai peralatan lain, yakni:
- molige yaitu sejenis kapak batu yang ujungnya diberi besi, digunakan untuk menebang pohon;
- sege yaitu sejenis tugal, untuk melubangi tanah;
- korok yaitu parang untuk membersihkan ilalang;
- valuk yaitu sejenis sekop untuk mencangkul tanah;
- wim yaitu sebutan untuk busur;
- panah sege yaitu sebutan untuk berbagai benda yang ujungnya runcing.

Alat lain yang biasa dibawa oleh para lelaki Dani di dalam noken adalah kotak peralatan untuk membuat api yang terdiri dari kayu kecil yang terbelah di bagian tengahnya, batu, dan gulungan tumbuhan merambat kering untuk menyulut api.

Sistem Mata Pencaharian
Nenek moyang orang Dani tiba di Papua sebagai hasil dari suatu perpindahan manusia yang sangat kuno dari daratan Asia ke kepulauan Pasifik Barat Daya Irian Jaya. Kemungkinan pada waktu itu masyarakat mereka masih pra-agraris, yaitu baru mulai menanam tanaman dalam jumlah yang sangat terbatas.


No comments: