Tuesday, May 15, 2018

Ini Dia Dua Pilot Perempuan Papua, Inspirator Kartini-kartini Milenial

https://www.tagar.id/Asset/uploads/922001-carolina-cory-kayame.jpeg
Carolina Cory Kayame perempuan pilot asal Papua. (Foto: Istimewa)

Jakarta - Banyak Kartini di Papua, dua di antaranya adalah Carolina Cory Kayame dan Octaviyanti Blandina Ronsumbre.
Mereka sama-sama menjadi penerbang, inspirator kebangkitan Kartini-kartini milenial di bumi cenderawasih.
Carolina Cory Kayame, Awalnya Takut Ketinggian

 Caroline Cory Kayame
Caroline Cory Kayame perempuan pilot asala Papua 

Ia meyakini saat dilahirkan manusia memiliki kecerdasan yang diberikan sang pencipta, tinggal bagaimana manusia mengolah kecerdasan tersebut menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan sesama. Terkadang orang merasa bahwa dirinya memiliki banyak kekurangan, sehingga niat untuk berusaha menjadi tertahan. Cory menunjukkan bahwa semua bisa dilakukan asal dibarengi keseriusan. 
"Saya yakin, jika ada niat baik di hati, Tuhan pasti menolong," ujar Cory yang ayah-ibunya asli berdarah Papua.
Lahir di Wamena, 14 Juli 1986, Cory belajar sekolah dasar di Santo Yusuf, Wamena, selama dua tahun ia harus menjalani kelas tiga di SD Negeri Hedam Abepura, kemudian masuk sekolah menengah pertama Santo Paulus Padang Bulan, dan lanjut ke sekolah menengah umum negeri 1 Jayapura. Baru jalan setahun duduk di bangku SMA ia pindah ke sekolah menengah atas di Australia.
Lulus sekolah menengah atas di Australia pada 2006 ia mengikuti kursus bahasa Inggris selama enam bulan kemudian masuk sekolah penerbangan di Lilydale, Australia. Setelah mengikuti program teknik mesin selama setahun, ia mengikuti uji terbang.
"Saya mulai dari pesawat kecil jenis Cesna 172, Cesna 256, dan Cheroke selama pelatihan," ia mengenang.
Ia cerita, sebenarnya waktu kecil ia takut ketinggian, ada guncangan kecil saja pasti menjerit dan memeluk ibunya. Tapi demi melihat kondisi alam Papua tiap kali pulang kampung ke Paniai atau Wamena, dalam benaknya terekam pikiran betapa sulit warga bepergian. Kondisi alam memaksa wara menggunakan pesawat untuk bepergian, sementara biaya naik pesawat sulit dijangkau kebanyakan warga yang hanya petani. Belum lagi pikiran bagaimana kalau ada warga sakit, tapi tidak bisa dirujuk karena tidak punya uang untuk naik pesawat. Hal-hal demikian menumbuhkan minatnya sejak sekolah menengah atas untuk jadi pilot. 
"Saya tidak pernah berpikir akan jadi pilot, tapi setelah melihat kondisi Papua yang sulit dan terisolasi, saya berpikir tentang sesuatu yang bisa saya buat. Saya bersyukur orang tua mendukung," ujarnya.
Ia pun kemudian tidak lagi takut ketinggian. Melihat dirinya di posisi sekarang, ia percaya semua perempuan di Papua bisa menjadi apa saja asalkan dibarengi dengan usaha.
Octaviyanti Blandina Ronsumbre, Minat Awal Pramugari
 Octaviyanti Blandina Ronsumbre
Octaviyanti Blandina Ronsumbre perempuan penerbang asal Papua 


Ia akrab disapa Vivin, lahir di Biak, 30 Oktober 1988, ayahnya Yakobus Ronsumbre putra asli Papua, ibunya Susilowati perempuan berdarah Jawa. Menempuh pendidikan dasar sampai sekolah menengah atas di Biak.
Vivin seorang pilot dari salah satu maskapai penerbangan, telah mencatat ribuan jam terbang. Ia lulusan sekolah penerbang Nusa Flying International Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta pada 2011. Ia juga seorang ibu dari seorang anak yang diberi nama Dirgantara Ronsumbre, juga istri dari Agustinus Sujatmiko.
Sebenarnya, katanya, cita-cita awalnya adalah jadi pramugari. Begitu tergila-gilanya pada profesi pramugari, kalau ada kegiatan karnaval pada masa sekolah, ia nyaris selalu mengenakan kostum pramugari. Tapi saat mendaftar pramugari, ia ditolak karena tinggi badannya tidak memenuhi syarat, kurang dua sentimeter. Tinggi badan seorang pramugari minimal 160 sentimeter, ia tinggi badannya 158 sentimeter.
Ia kemudian mendapat motivasi dari kakaknya yang seorang pilot untuk masuk sekolah penerbang. Ia mengikuti saran kakaknya, dan ternyata lulus. 
Pertama bisa menerbangkan pesawat ia sungguh terharu hingga air matanya mengalir. Pengalamannya itu membuatnya percaya bahwa tak ada yang tidak mungkin di dunia ini, siapa pun perempuan, berasal dari mana pun bisa menjadi apa saja.
"Selama ada niat pasti ada jalan," katanya. 

No comments: