Sunday, April 9, 2017

2 Anak Mudah Papua Jenius, Pemenang Lomba Fisika Internasional


Annike Nelce Bowaire & Septinus George Saa


Jika kita berbicara tentang Papua tidak hanya terkenal dengan kaya kekayaan alam, pemandangan alamnya yang indah dan ahli bermain sepak bola juga dengan olaraga yang lainnya, namun orang Papua juga memiliki bakat dalam Dunia Ahli dan Akedemisi, seperti beberapa yang dirangkum oleh NaworLano dalam artikel ini, menurut wikipedia.org dan beberapa sumber lainnya.

Dan inilah daftar 2 Ahli dan Akademisi Asal Papua. Jenius, Pemenang Lomba Fisika Dunia.

Septinus George Saa

Septinus George Saa (lahir 22 September 1986) adalah seorang pemenang lomba First Step to Nobel Prize in Physics pada tahun 2004 dari Papua, Indonesia, Makalahnya berjudul Infinite Triangle and Hexagonal Lattice Networks of Identical Resistor. Saat membuat makalah tersebut ia masih berstatus murid SMU Negeri 3 Jayapura, Papua.Dia berasal dari Jayapura, Papua dan merupakan anak bungsu di antara lima bersaudara dari keluarga pasangan Nelce Waho, 40 tahun, dan Silas Saa, 48 tahun. (wikipedia.org)

Ini adalah perlombaan bergengsi bagi sekolah tingkat menengah seantero jagad selain Olimpiade Fisika. Kompetisi yang digagas Waldemar Gorzkowski 10 tahun silam ini mewajibkan pesertanya melakukan dan menuliskan penelitian apa saja di bidang fisika. Hasil penelitian tersebut kemudian dikirimkan dalam bahasa Inggris ke juri internasional di Polandia. Sementara dalam Olimpiade Fisika, para perserta diwajibkan mengerjakan soal-soal fisika dalam waktu yang sudah ditentukan. Pada kompetisi "First Step to Nobel Prize in Physics" tersebut hasil riset Septinus George Saa tidak menuai satu bantahan pun dari para juri.

Oge, demikian panggilan akrabnya, menemukan cara menghitung hambatan antara dua titik rangkaian resistor tak hingga yang membentuk segitiga dan hexagon. Formula hitungan yang ia tuangkan dalam papernya "Infinite Triangle and Hexagonal Lattice Networks of Identical Resistor" itu mengungguli ratusan paper dari 73 negara yang masuk ke meja juri. Para juri yang terdiri dari 30 ahli fisika dari 25 negara itu hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk memutuskan pemuda 17 tahun asal Jayapura ini menggondol medali emas.

Paper Oge yang masuk lewat surat elektronik di hari terakhir kompetisi itu dinilai orisinil, kreatif, dan mudah dipahami. Tak berlebihan jika gurunya Profesor Yohanes Surya mengatakan formula Oge ini selayaknya disebut George Saa Formula.

Kemenangan Oge mengikuti jejak para jenius Indonesia sebelumnya. Lima tahun lalu I Made Agus Wirawan dari Bali juga meraih medali emas pada kompetisi serupa.

Oge adalah putera asli Papua. Tanah kelahirannya, di ujung timur Indonesia, hingga kini tak usai dilanda konflik. Lima orang presiden yang datang dan pergi selama 59 tahun Indonesia merdeka tak pernah berhenti berjanji meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bumi cendrawasih sana. Tapi janji hanya janji. Kemunculan Oge di panggung internasional seperti mengingatkan bahwa ada mutiara-mutiara bersinar yang perlu mendapat perhatian di kawasan timur Indonesia.

Oge lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya, Silas Saa, adalah Kepala Dinas Kehutanan Teminabuhan, Sorong. Oge lebih senang menyebut ayahnya petani ketimbang pegawai. Sebab, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Silas, dibantu isterinya, Nelce Wofam, dan kelima anak mereka, harus mengolah ladang, menanam umbi-umbian.

Sepulang dari Polandia nanti, Oge sudah memutuskan untuk mengambil studi S1-nya di Indonesia di Jurusan Fisika Universitas Pelita Harapan. Meski sejumlah tawaran bantuan terus mengalir kepadanya untuk melanjutkan studi di luar negeri, di antaranya dari Group Bakrie dan Freeport, Oge merasa belum siap untuk meninggalkan tanah air.(Diolah dari Kompas 27 Juni 2004) (bos-sulap.blogspot.co.id)

Annike Nelce Bowaire

Anike Nelce Bowaire adalah Putri Papua Peraih Emas Lomba Fisika Dunia fisikawan muda kelas dunia. Gadis kelahiran 1987, Siswi SMAN I Serui, Annike Nelce Bowaire, meraih medali emas atas paper-nya yang dikirimkan ke lomba fisika dunia The First Step to Nobel Prize in Physics (FS) yang berpusat di Warsawa, Polandia. Dan Anike adalah Putri kedua dari empat bersaudara. Selengkapnya baca disini. (fisikanet.lipi.go.id)

Makalah gadis berusia 17 tahun ini tentang sistem kompleks (chaos) menenggelamkan hasil penelitian ratusan siswa tingkat SMA dari 23 negara peserta FS ke-13 pd 2005.Dalam usianya yang masih sangat remaja, baru saja lulus SMP, Anike telah membuat keputusan besar untuk mengikuti pelatihan Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) di Serpong, Tangerang.Peluang itu didapatnya ketika dia lolos seleksi tingkat kabupaten dan provinsi pd April 2003 lalu.Anike akhirnya merealisasikan idenya dgn menyusun makalah berjudul Chaos in an Accelerated Rotating Horizontal Spring.Ketika dinyatakan masuk lima besar tim FS Indonesia, Anike belajar tentang chaos di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Indonesia.Setiap hari selama Februari 2005 Anike berkutat di laboratorium TOFI di Puspitek Serpong, didampingi dosen jurusan fisika Institut TEKNOLOGI Bandung (ITB) Prof Teddy Wiguna."Setiap hari, mulai pukul 08.00 sampai pukul 02.00 malam," katanya.

Anike ingin membuktikan keberadaan fenomena chaos dalam getaran pegas yang berputar mendatar itu.Dia ingin membuktikan keberadaan gerakan seolah-olah acak (seemingly random) pegas horizontal tetap berada pd tepi chaos (edge of chaos), yaitu daerah di antara daerah yang teratur (order) dan tidak teratur (disorder).

Chaos atau power law tak hanya menarik kalangan fisikawan, tapi juga ekonom.pd 1963, ilmuwan fraktal Benoit Mandelbrot menganalisis fluktuasi harga yang terjadi dalam pasar komoditas kapas dan menemukan adanya perilaku yang mengikuti aturan power law, yaitu keteraturan dalam fluktuasi harga komoditas kapas.Peneliti Gopikrishnan juga menemukan "keteraturan" dalam fluktuasi harga saham dgn jumlah data sampai 40 juta.Bahkan, peraih hadiah Nobel Fisika Murray-Gellmann menemukan bahwa populasi kota di dunia mengikuti prinsip power law.

Bedanya, mereka menganalisis fenomena itu dgn model pegas yang diayun vertikal, bukan model pegas horizontal (Bowaire's model).

"Chaos memang dapat diaplikasikan luas, mulai tetes air dari keran, sistem biologi, peramalan cuaca, Rossby Waves pd ilmu pelayaran, hingga peramalan harga saham di bursa efek.Tapi saya belum meneliti sejauh itu.Saya baru membuktikan kalau pegas horizontal juga bisa membuktikan keberadaan chaos," katanya tersenyum. (bos-sulap.blogspot).


No comments: