Foto: Nita Jago Matematika Asal Nduga, Papua (Bagus/detik.com)
Jakarta - Makan siang hari ini spesial bagi Alvionita Kogoya (15) yang lahir di Nduga, Papua. Dia duduk semeja dengan Presiden Jokowi saat diundang makan siang bersama di Istana Negara, Jakarta Pusat.
Presiden Jokowi memang mengundang 476 orang berprestasi untuk bersantap siang bersama pada hari ini, Kamis (18/8/2016). Setelah memberikan sambutan, dia meminta beberapa orang yang berasal dari pelosok Indonesia untuk maju termasuk Alvionita salah satunya.
"Kalau dari Wamena ke tempat saya di Nduga itu harus jalan kaki, sekitar tiga sampai empat hari. Di sana cuma ada satu guru mengajar satu sekolah, alasnya tanah dan dindingnya kayu," cerita gadis yang akrab disapa Nita itu kepada Jokowi.
Presiden Jokowi memang mengundang 476 orang berprestasi untuk bersantap siang bersama pada hari ini, Kamis (18/8/2016). Setelah memberikan sambutan, dia meminta beberapa orang yang berasal dari pelosok Indonesia untuk maju termasuk Alvionita salah satunya.
"Kalau dari Wamena ke tempat saya di Nduga itu harus jalan kaki, sekitar tiga sampai empat hari. Di sana cuma ada satu guru mengajar satu sekolah, alasnya tanah dan dindingnya kayu," cerita gadis yang akrab disapa Nita itu kepada Jokowi.
Nita Jago Matematika Asal Nduga, Papua dan Presiden RI Jokowi Bagus/detik.com)
Jokowi lalu balas bercerita saat dia berencana ke Nduga, sempat dilarang oleh Panglima TNI. Wilayah Nduga termasuk dalam zona merah. Saat itu Jokowi naik helikopter ke lokasi karena beratnya medan tempuh.
"Tahun ini saya janji jalan dari Wamena ke atas lewat Nduga, kemudian masuk ke Merauke moga-moga akhir tahun ini dikebut Kementerian PU dan TNI, insya Allah sudah kebuka jalannya. Belum diaspal dulu, yang penting kebuka dulu jalannya," kata Jokowi.
Setelah itu acara dilanjut dengan makan, kemudian foto bersama. Rupanya setelah tamu undangan lain pulang, Nita sempat diminta Jokowi untuk ceritakan pengalaman lebih jauh lagi tentang prestasinya itu dan tentang Nduga.
"Dia juga bertanya tentang gimana supaya teman-teman yang lain belajar matematika lebih gampang, itu yang ditanya," kata Nita usai pertemuan dengan Jokowi.
Apa yang dipaparkan Nita ke Jokowi?
"Jadi itu bukan cuma mereka yang harus tahu caranya tapi guru-gurunya juga jangan cuma kasih materi tapi juga diselipi bermain, tapi game matematika, jangan dikasih rumus saja tapi dari mana asal rumusnya. Kalau bingung harus bertanya terus latihan di rumah," papar Nita.
Ya, Nita adalah siswa berprestasi peraih medali perunggu dalam World Mathematics Team Championship (WMTC) tahun 2014 yang digelar di China. Saat itu dia duduk di bangku SMP. Tak hanya itu, beragam juara lomba matematika tingkat nasional dan internasional pun disabetnya.
"Tahun ini saya janji jalan dari Wamena ke atas lewat Nduga, kemudian masuk ke Merauke moga-moga akhir tahun ini dikebut Kementerian PU dan TNI, insya Allah sudah kebuka jalannya. Belum diaspal dulu, yang penting kebuka dulu jalannya," kata Jokowi.
Setelah itu acara dilanjut dengan makan, kemudian foto bersama. Rupanya setelah tamu undangan lain pulang, Nita sempat diminta Jokowi untuk ceritakan pengalaman lebih jauh lagi tentang prestasinya itu dan tentang Nduga.
"Dia juga bertanya tentang gimana supaya teman-teman yang lain belajar matematika lebih gampang, itu yang ditanya," kata Nita usai pertemuan dengan Jokowi.
Apa yang dipaparkan Nita ke Jokowi?
"Jadi itu bukan cuma mereka yang harus tahu caranya tapi guru-gurunya juga jangan cuma kasih materi tapi juga diselipi bermain, tapi game matematika, jangan dikasih rumus saja tapi dari mana asal rumusnya. Kalau bingung harus bertanya terus latihan di rumah," papar Nita.
Ya, Nita adalah siswa berprestasi peraih medali perunggu dalam World Mathematics Team Championship (WMTC) tahun 2014 yang digelar di China. Saat itu dia duduk di bangku SMP. Tak hanya itu, beragam juara lomba matematika tingkat nasional dan internasional pun disabetnya.
Nita Jago Matematika Asal Nduga, Papua dan Presiden RI Jokowi (Bagus/detik.com)
Berceritalah dia bagaimana bisa meraih prestasi gemilang tersebut. Ternyata, Nita awalnya termasuk anak yang malah kurang pandai dalam akademik saat SD.
"Dari Pemda Nduga jadi diambil anak-anak yang kurang bisa pelajaran, terus saya dibawa ke Tangerang ke Surya Institute, diajar," ujar Nita.
Di sekolah tersebut kemudian dia belajar dari pukul 07.00 WIB sampai 17.00 WIB. Lalu dilanjutkan lagi pelajaran khusus matematika mulai pukul 19.00 WIB sampai tengah malam.
"Dikhususkan selama tiga tahun. Itu kita dikhususkan belajar untuk olimpiade," ungkap Nita.
Hasil belajar keras itu rupanya berbuah manis dengan sederet prestasi. Tentu saja dia berniat untuk kembali ke kampung halamannya dan mengabdi seperti ayahnya.
Ayah Nita adalah seorang guru SD. Berbeda dengan di kota besar, guru SD di sana mengajar enam kelas sekaligus dengan fasilitas seadanya. Sementara ibunya adalah ibu rumah tangga.
Tetapi Nita memilih pengabdian yang berbeda dari ayahnya. Setelah lulus SMA, Nita hendak melanjutkan ke Fakultas Kedokteran UI.
"Soalnya di sana dokter itu satu kabupaten cuma satu, yang lainnya mantri. Terus nanti (saya) mau buat RS. Di sana itu kita benar-benar belum ada aspal, jadi ke mana-mana jalan kaki bahkan kalau orang sakit keras enggak ada RS di sana, harus naik helikopter ke kota lagi," tutur Nita.
Semangat, Nita!
"Dari Pemda Nduga jadi diambil anak-anak yang kurang bisa pelajaran, terus saya dibawa ke Tangerang ke Surya Institute, diajar," ujar Nita.
Di sekolah tersebut kemudian dia belajar dari pukul 07.00 WIB sampai 17.00 WIB. Lalu dilanjutkan lagi pelajaran khusus matematika mulai pukul 19.00 WIB sampai tengah malam.
"Dikhususkan selama tiga tahun. Itu kita dikhususkan belajar untuk olimpiade," ungkap Nita.
Hasil belajar keras itu rupanya berbuah manis dengan sederet prestasi. Tentu saja dia berniat untuk kembali ke kampung halamannya dan mengabdi seperti ayahnya.
Ayah Nita adalah seorang guru SD. Berbeda dengan di kota besar, guru SD di sana mengajar enam kelas sekaligus dengan fasilitas seadanya. Sementara ibunya adalah ibu rumah tangga.
Tetapi Nita memilih pengabdian yang berbeda dari ayahnya. Setelah lulus SMA, Nita hendak melanjutkan ke Fakultas Kedokteran UI.
"Soalnya di sana dokter itu satu kabupaten cuma satu, yang lainnya mantri. Terus nanti (saya) mau buat RS. Di sana itu kita benar-benar belum ada aspal, jadi ke mana-mana jalan kaki bahkan kalau orang sakit keras enggak ada RS di sana, harus naik helikopter ke kota lagi," tutur Nita.
Semangat, Nita!
No comments:
Post a Comment