Thursday, November 23, 2017

Ambon Manise 4: Antara Gadis Kayeli dan Jejaka Fogi

*Dikisahkan oleh Lalita Isvara
Perebutan pengaruh antara Raja Kayeli dan Raja Fogi sangat ketat, hingga mengharuskan Belanda memindahkan pusat kekuasaannya ke Fogi, sebagai pusat keramaian baru dan lebih dekat ke pantai dengan ombak yang lebih mudah dibaca.


Posisi Fogi yang lebih strategis menjadikan Belanda memindahkan pusat pemerintahnnya. Fogi menjadi kota politik sedangkan Kayeli menjadi kota wisata budaya. Posisinya yang menghadap ke timur menghadapai selat Maluku dan laut seram di selatan dan timur lautnya menjadikan para Jejaka Fogi untuk tertantang menunjukan kepiawaian menaklukan samudra dengan kecerdasannya membaca arah musim dan sifat-sifat gelombang yang diturunkan secara turun temurun, dan dijadikan sebagai dasar bagi kelompok rajaraja lain maupun Kongsi Dagang Belanda dalam melakukan pelayaran untuk pengumpulan maupun pengiriman rempat-rempah dari Nusantara ke Eropa melalui Belanda.
Fogi tak hanya dikenal di Buru, tetapi juga di Pulau Seram dimana Kota Ambon berada, serta di Amsterdam. Karena setiap nahkoda yang kembali dari Hindia Belanda bagian timur selalu menceritakan tentang Fogi.
Pergeseran pusat keramaian dan bisnis ke Fogi menjadikan Kayeli seperti gadis manis ditinggalkan di orang kaya di kampung halaman untuk waktu yang tidak sebentar. Sedangkan perjaka Fogi dengan banyaknya bisnis menjadikan banyak perempuan hadir di kota ini, dan kemudian Kayeli secara perlahan meredup, dan tinggal menjadi buah bibir dan incaran pandangan memelas kepada gadis-gadis Kayeli yang mulai kembali kepada kehidupan nyata secara lebih masuk akal (rasional), yakni berburu, berkebun dan berlandang ke hutan.
Sementara perjaka Fogi sedang naik daun mendapatkan banyak pekerjaan perdagangan baru, dan belajar berbaur dengan bangsa pendatang Eropa yang hadir dengan struktur dan kultur berbeda berhadapan dengan tradisionalitas masyarakat yang masih terkunci di lahan.
Keterangan Penulis :
*Tulisan ini berdasarkan pengalaman perjalanan Lalita Isvara selama di Ambon sekitar Agustus 2016. Lalita Isvara TW, lahir di Gombong 30 Agustus 1990. Pernah belajar di Program Studi Hubungan International UMY, dan menjadi tenaga free lance untuk Program Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari bersama Alliansi Pengelola Hutan Rakyat Lestari (APHRL) di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tinggal di Womogiri – Jawa Tengah. Kisahnya yang lain dapat di baca di bagian Ambon Manise 1, Ambon Manise 2, Ambon Manise 3.

 

No comments: