Thursday, November 23, 2017

Noken: Menganyam Peradaban

Ilustrasi

Menghadapi beragam situasi tidak aman, pembungkaman ruang demokrasi, kekerasan terhadap rakyat sipil yang terus berlanjut, meningkatnya kekuatan militer, menjamurnya korporat penghancur hutan yang berlomba menguras isi bumi Papua, kita diperhadapkan dengan pertanyaan 

Mengapa Noken Dan Perajut/Pembuatnya Harus Diselamatkan”

Pertanyaan ini penting diajukan untuk dapat menjawab hubungan antara keberadaan Noken dan masa depan peradaban orang Papua, di tengah kebijakan dan pendekatan negara Indonesia yang represif dan eksploitatif.

Sejak 4 Desember 2012, Noken ditetapkan sebagai warisan budaya dunia tak benda dalam sidang United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) di Paris, Prancis. 

Pengakuan Noken merupakan suatu kebanggaan bagi rakyat Papua, khususnya mama-mama perajut Noken.
Noken dalam pandangan orang Papua merupakan simbol perdamaian dan juga kesuburan. Disebut dalam beragam bahasa etnis Papua (sekitar 250 suku bangsa) dengan mengacu pada pemahaman dan pengertian masing-masing sesuai dengan alam serta lingkungan hidup mereka. 

Misalnya, masyarakat suku Mee menyebut Noken dengan “Agiya”. Di kepulauan Biak Numfor, Noken dalam bahasa Wos Byak disebut “Inokson”. Orang Nabire, khususnya mereka yang tinggal di Harlens mencakup Moor, Mambor, Hariti dan Ahe, menyebut Noken dalam bahasa Moor yaitu ”Aramuto”. Bagi orang Marind di Merauke, Noken disebut “Mahyan”. 

Lain halnya dengan orang Dani di Lembah Balien yang menyebut Noken dengan kata “Su”.

Meski disebut dalam beragam nama, namun fungsi dasar dan manfaat Noken tetap sama, yaitu untuk menampung atau menyimpan hasil bumi seperti petatas (ubi jalar), ubi (singkong) dan keladi, serta perangkat dalam ritual adat. Noken juga digunakan untuk menggendong bayi dan anak-anak babi. Hari ini, para pelajar menggunakan Noken untuk menyimpan buku ke sekolah, bahkan sebagai cinderamata bagi para turis mancanegara maupun lokal.

Dalam filosofi Papua, Noken melambangkan ikatan batin antara ibu dan anak hingga mereka tumbuh dewasa. Serupa ikatan antara ibu dan janin yang dikandungnya. Noken juga sering dimaknai sebagai wujud curahan hati, kasih sayang dan penanda penting identitas orang Papua yang kelak akan diwariskan kepada generasi berikutnya.

Noken penting untuk diselamatkan bukan karena ia sekedar cinderamata. Menyelamatkan Noken berarti menyelamatkan orang Papua, menyelamatkan warisan budaya orang Papua, menyelamatkan hutan dan alam Papua yang menyediakan bahan baku, menyelamatkan bagian penting dari keseluruhan kosmologi orang Papua yang sedang terancam.

Karena itu, noken harus diselamatkan karena merupakan warisan budaya Papua dan juga warisan budaya dunia tak benda.

''Menyelamatkan Noken Berarti Harus Menyelamatkan Perajinnya, Hutan, Bahan Baku Noken Yaitu Daun Pandan, Anggrek Dan Pohon''.

Itu artinya, menyelamatkan manusia dan alam Papua adalah utama karena Noken adalah pembentuk karakter dan sumber kehidupan manusia Papua.

Maksud dan Tujuan

Memperkenalkan budaya merajut Noken sebagai identitas kebudayaan dan peradaban orang Papua ke kalangan publik Jakarta.

Memperlihatkan hubungan antara menyelamatkan Noken dengan kewajiban menyelamatkan manusia dan hutan Papua dari segala bentuk kejahatan kemanusiaan dan alam.

Memperkenalkan rajutan Noken yang indah dan unik, sekaligus kerumitan seninya.

Menunjukkan ancaman kelangkaan bahan baku akibat pengrusakan alam sebagai penghambat kelestarian Noken.
Membicarakan nasib mama-mama perajut noken yang makin terpinggirkan dan termajinalkan oleh kebijakan pembangunan.




Penulis : Ayob Tabuni

No comments: