Saturday, November 18, 2017

Beda Nona dan Nyonya dalam Busana Suku Dani



“Don’t be a slave, be a queen of fashion.” Nadine Chandrawinata.
“Mereka telah menjadi ratu-ratu kehormatan dari busana yang telah mereka kenakan sebagai kebanggaan identitas hingga hari ini.”
Kehormatan, kegagahan, keanggunan, daya tarik diri masing-masing individu, datang dari berbagai aspek. Salah satunya adalah pakaian yang disandang.
Tak hanya para pria yang memiliki Koteka sebagai pakaian tradisional suku Dani di Lembah Baliem. Para kaum wanitanya pun bahkan memiliki signature busana bawahan tersendiri sebagai pembeda, apakah Ia seorang wanita yang masih gadis atau telah berkeluarga. Sali dan Yokal namanya.
 Terlepas dari semakin berkembangnya dunia fashion modern yang tak akan ada habisnya, para wanita suku Dani masih dengan anggun dan bangga menyandang Sali dan Yokal sebagai identitas warisan leluhur.
Saya mengutip sebuah kalimat yang diungkapkan oleh Nadine Chandrawinata saat berdiri di atas panggung peragaan busana; “Don’t be a slave, be a queen of fashion.” 
Bagi saya, kalimat ini sangat cocok dengan para wanita suku Dani yang tak berbondong-bondong mengekor trand sebagai budak busana. Mereka telah menjadi ratu-ratu kehormatan dari busana yang telah mereka kenakan sebagai kebanggaan identitas hingga hari ini.
Dalam pagelaran tahunan Festival Budaya Lembah Baliem, setiap wanita tak ada yang tak mengenakan Sali atau pun Yokal. Kedua busana ini dapat dibedakan melalui beberapa ciri khas berikut:
Sali adalah busana bawahan atau rok yang terbuat dari rumput atau serat pakis yang menjadi penanda bahwa si wanita pemakai rok tersebut adalah seorang gadis. Sali hanya terdiri dari satu warna, yaitu warna cokelat sebagai warna asli rumput yang telah kering dengan bentuk yang terkesan lebih  bebas ketika dipakai, tanpa anyaman seperti Yokal.
Yokal sendiri merupakan busana bawahan yang dikenakan oleh wanita yang telah dalam status berkeluarga. Yokal terlihat sedikit lebih mewah dibanding Sali karena memiliki campuran warna yang terdiri dari merah dan cokelat, serta bahan yang lebih rapi tertata dengan garis-garis horizontal dalam anyaman yang begitu variatif.
Terlepas dari semakin berkembangnya dunia fashion modern yang tak akan ada habisnya, para wanita suku Dani masih dengan anggun dan bangga menyandang Sali dan Yokal sebagai identitas warisan leluhur.
Saya mengutip sebuah kalimat yang diungkapkan oleh Nadine Chandrawinata saat berdiri di atas panggung peragaan busana; “Don’t be a slave, be a queen of fashion.” 
Bagi saya, kalimat ini sangat cocok dengan para wanita suku Dani yang tak berbondong-bondong mengekor trand sebagai budak busana. Mereka telah menjadi ratu-ratu kehormatan dari busana yang telah mereka kenakan sebagai kebanggaan identitas hingga hari ini.
Dalam pagelaran tahunan Festival Budaya Lembah Baliem, setiap wanita tak ada yang tak mengenakan Sali atau pun Yokal. Kedua busana ini dapat dibedakan melalui beberapa ciri khas berikut:
Sali adalah busana bawahan atau rok yang terbuat dari rumput atau serat pakis yang menjadi penanda bahwa si wanita pemakai rok tersebut adalah seorang gadis. Sali hanya terdiri dari satu warna, yaitu warna cokelat sebagai warna asli rumput yang telah kering dengan bentuk yang terkesan lebih  bebas ketika dipakai, tanpa anyaman seperti Yokal.
Yokal sendiri merupakan busana bawahan yang dikenakan oleh wanita yang telah dalam status berkeluarga. Yokal terlihat sedikit lebih mewah dibanding Sali karena memiliki campuran warna yang terdiri dari merah dan cokelat, serta bahan yang lebih rapi tertata dengan garis-garis horizontal dalam anyaman yang begitu variatif.
Segala informasi lengkap tentang Festival Budaya Lembah Baliem 2017 bisa kamu cek di sini


No comments: