“Don’t be a slave, be a queen of fashion.” Nadine
Chandrawinata.
“Mereka telah menjadi ratu-ratu kehormatan dari busana yang telah mereka kenakan sebagai kebanggaan identitas hingga hari ini.”
Kehormatan,
kegagahan, keanggunan, daya tarik diri masing-masing individu, datang dari
berbagai aspek. Salah satunya adalah pakaian yang disandang.
Tak
hanya para pria yang memiliki Koteka sebagai pakaian tradisional suku Dani
di Lembah Baliem. Para kaum wanitanya pun bahkan memiliki signature busana
bawahan tersendiri sebagai pembeda, apakah Ia seorang wanita yang masih gadis
atau telah berkeluarga. Sali dan Yokal namanya.
Terlepas dari semakin berkembangnya
dunia fashion modern yang tak akan ada habisnya, para wanita
suku Dani masih dengan anggun dan bangga menyandang Sali dan Yokal sebagai
identitas warisan leluhur.
Saya mengutip sebuah kalimat yang
diungkapkan oleh Nadine Chandrawinata saat berdiri di atas panggung peragaan
busana; “Don’t be a slave, be a queen of fashion.”
Bagi saya, kalimat ini sangat cocok
dengan para wanita suku Dani yang tak berbondong-bondong mengekor trand sebagai
budak busana. Mereka telah menjadi ratu-ratu kehormatan dari busana yang telah
mereka kenakan sebagai kebanggaan identitas hingga hari ini.
Dalam pagelaran tahunan Festival
Budaya Lembah Baliem, setiap wanita tak ada yang tak mengenakan Sali atau pun
Yokal. Kedua busana ini dapat dibedakan melalui beberapa ciri khas berikut:
Sali adalah busana bawahan atau rok
yang terbuat dari rumput atau serat pakis yang menjadi penanda bahwa si wanita
pemakai rok tersebut adalah seorang gadis. Sali hanya terdiri dari satu warna,
yaitu warna cokelat sebagai warna asli rumput yang telah kering dengan bentuk
yang terkesan lebih bebas ketika dipakai, tanpa anyaman seperti Yokal.
Yokal sendiri merupakan busana
bawahan yang dikenakan oleh wanita yang telah dalam status berkeluarga. Yokal
terlihat sedikit lebih mewah dibanding Sali karena memiliki campuran warna yang
terdiri dari merah dan cokelat, serta bahan yang lebih rapi tertata dengan
garis-garis horizontal dalam anyaman yang begitu variatif.
Terlepas dari semakin berkembangnya
dunia fashion modern yang tak akan ada habisnya, para wanita
suku Dani masih dengan anggun dan bangga menyandang Sali dan Yokal sebagai
identitas warisan leluhur.
Saya mengutip sebuah kalimat yang
diungkapkan oleh Nadine Chandrawinata saat berdiri di atas panggung peragaan
busana; “Don’t be a slave, be a queen of fashion.”
Bagi saya, kalimat ini sangat cocok
dengan para wanita suku Dani yang tak berbondong-bondong mengekor trand sebagai
budak busana. Mereka telah menjadi ratu-ratu kehormatan dari busana yang telah
mereka kenakan sebagai kebanggaan identitas hingga hari ini.
Dalam pagelaran tahunan Festival
Budaya Lembah Baliem, setiap wanita tak ada yang tak mengenakan Sali atau pun
Yokal. Kedua busana ini dapat dibedakan melalui beberapa ciri khas berikut:
Sali adalah busana bawahan atau rok
yang terbuat dari rumput atau serat pakis yang menjadi penanda bahwa si wanita
pemakai rok tersebut adalah seorang gadis. Sali hanya terdiri dari satu warna,
yaitu warna cokelat sebagai warna asli rumput yang telah kering dengan bentuk
yang terkesan lebih bebas ketika dipakai, tanpa anyaman seperti Yokal.
Yokal sendiri merupakan busana
bawahan yang dikenakan oleh wanita yang telah dalam status berkeluarga. Yokal
terlihat sedikit lebih mewah dibanding Sali karena memiliki campuran warna yang
terdiri dari merah dan cokelat, serta bahan yang lebih rapi tertata dengan
garis-garis horizontal dalam anyaman yang begitu variatif.
Segala informasi lengkap tentang
Festival Budaya Lembah Baliem 2017 bisa kamu cek di sini
No comments:
Post a Comment