Thursday, November 23, 2017

Perempuan Papua: Kami Melahirkan Kehidupan, Bukan Untuk Dibunuh Seenaknya


Mama Bernadetha Mahuse saat jumpa pers di Jayapura beberapa waktu lalu. (Foto: Harun Rumbarar - SP)

Mama Bernadetha Mahuse salah seorang aktivis perempuan Papua mengatakan, perempuan Papua melahirkan anak-anak bukan untuk dibunuh seenaknya tetapi itu sesungguhnya kehidupan yang dilahirkan untuk negeri dan bangsa Papua.

“Kami perempuan Papua itu melahirkan kehidupan, kami menjaga kehidupan dan kami merawat kehidupan, bukan untuk di bunuh, dikejar, ditangkap dan diapa-apakan semaunya oleh negara melalui aparat keamanan di Papua,” tegas mama Mahuse (10/6/2016) di Jayapura, saat Perempuan Papua Pembela HAM di Papua berkumpul guna menolak tim penyelesaian kasus HAM buatan Jakarta.
“Kami sangat takut jika kehidupan yang kami lahirkan akan mati bukan atas kehendak Tuhan, kami tak mau anak-anak kami menjadi korban hanya lantaran kepentingan perut dan keganasan negara yang tidak mau mengurus persoalan Papua,”ujar Mama Mahuse.
Lanjut dia, “kami sangat gelisah, jika kami mendegar ada pembunuhan yang dilakukan oleh negara terhadap anak-anak Papua yang lahir dari rahim  permpuan Papua. Jika negara berkehendak untuk membunuh anak-anak kami, kami juga akan sangat siap jika kami yang lebih dulu dibunuh,” katanya.
Menurutnya, negara tidak bisa mengatasai masalah pelanggaran HAM di tanah Papua, bahkan yang lebih parah lagi, negara tidak bertemu dengan para korban ataupun lembaga-lembaga HAM yang ada di Papua.
“Lalu mau pergi ke luar negeri sana untuk apa? Kita sebagai korban itu ada di Papua bukan di luar negeri sana. Kami yang korban dari kekerasan negara, bukan saja perempuan,bukan  anak-anak, namun banyak dari kami yang kehilangan segalanya, jadi masalah itu ada di Papua, bukan di luar negeri,” jelas mama Mahuse.
Sementara itu Rika Korain, tokoh perempuan Papua yang juga hadir dalam jumpa pers tersebut, mengatakan salah satu contoh ketidak mampuan negara dalam megatasi masalah HAM Papua adalah mengirim orang Papua ke luar negeri mewakili Indonesia, bukan mewakili orang Papua, jadi jika mereka berkoar-koar tentang HAM Papua, itu bukan suara rakyat Papua.
“Kami tak paham dengan mereka yang berangkat ke luar negeri yang katanya akan menyelesaiankan masalah Ham di tanah Papua, sangat mustahil dan lucu. Jangan kita mimpi untuk bisa percaya pada nergara yang tak punya etikat baik untuk selesaikan masalah Ham di Papua,” katanya.
Kata dia, untuk kasus Paniai yang terjadi siang hari saja, mereka masih putar balik fakta, masih tarik ulur proses penyelesaiannya.
“Itu kan lucu sekali kalau masalah dalam rumah saja tra bisa atasi, baru mau keluar Negeri untuk menjadi penyelamat di siang bolong. Jangan jadikan otopsi jadi penghalang penyelesain kasus HAM berat di Paniai. Untuk meredam kasus pergi keluar negeri untuk minta pengampunan,” tegas Rika.
Sumber: suarapapua


No comments: