Mama Bernadetha Mahuse saat jumpa pers di Jayapura beberapa waktu lalu. (Foto: Harun Rumbarar - SP)
Mama Bernadetha Mahuse salah seorang aktivis perempuan Papua mengatakan, perempuan Papua melahirkan anak-anak bukan untuk dibunuh seenaknya tetapi itu sesungguhnya kehidupan yang dilahirkan untuk negeri dan bangsa Papua.
“Kami
perempuan Papua itu melahirkan kehidupan, kami menjaga kehidupan dan kami
merawat kehidupan, bukan untuk di bunuh, dikejar, ditangkap dan diapa-apakan
semaunya oleh negara melalui aparat keamanan di Papua,” tegas mama Mahuse
(10/6/2016) di Jayapura, saat Perempuan Papua Pembela HAM di Papua berkumpul
guna menolak tim penyelesaian kasus HAM buatan Jakarta.
“Kami
sangat takut jika kehidupan yang kami lahirkan akan mati bukan atas kehendak
Tuhan, kami tak mau anak-anak kami menjadi korban hanya lantaran kepentingan
perut dan keganasan negara yang tidak mau mengurus persoalan Papua,”ujar Mama
Mahuse.
Lanjut
dia, “kami sangat gelisah, jika kami mendegar ada pembunuhan yang dilakukan
oleh negara terhadap anak-anak Papua yang lahir dari rahim permpuan Papua.
Jika negara berkehendak untuk membunuh anak-anak kami, kami juga akan sangat
siap jika kami yang lebih dulu dibunuh,” katanya.
Menurutnya,
negara tidak bisa mengatasai masalah pelanggaran HAM di tanah Papua, bahkan
yang lebih parah lagi, negara tidak bertemu dengan para korban ataupun
lembaga-lembaga HAM yang ada di Papua.
“Lalu
mau pergi ke luar negeri sana untuk apa? Kita sebagai korban itu ada di Papua
bukan di luar negeri sana. Kami yang korban dari kekerasan negara, bukan saja
perempuan,bukan anak-anak, namun banyak dari kami yang kehilangan
segalanya, jadi masalah itu ada di Papua, bukan di luar negeri,” jelas mama
Mahuse.
Sementara itu Rika Korain,
tokoh perempuan Papua yang juga hadir dalam jumpa pers tersebut, mengatakan
salah satu contoh ketidak mampuan negara dalam megatasi masalah HAM Papua
adalah mengirim orang Papua ke luar negeri mewakili Indonesia, bukan mewakili
orang Papua, jadi jika mereka berkoar-koar tentang HAM Papua, itu bukan suara
rakyat Papua.
“Kami
tak paham dengan mereka yang berangkat ke luar negeri yang katanya akan
menyelesaiankan masalah Ham di tanah Papua, sangat mustahil dan lucu. Jangan
kita mimpi untuk bisa percaya pada nergara yang tak punya etikat baik untuk
selesaikan masalah Ham di Papua,” katanya.
Kata
dia, untuk kasus Paniai yang terjadi siang hari saja, mereka masih putar balik
fakta, masih tarik ulur proses penyelesaiannya.
“Itu
kan lucu sekali kalau masalah dalam rumah saja tra bisa atasi, baru mau keluar
Negeri untuk menjadi penyelamat di siang bolong. Jangan jadikan otopsi jadi
penghalang penyelesain kasus HAM berat di Paniai. Untuk meredam kasus pergi
keluar negeri untuk minta pengampunan,” tegas Rika.
Sumber: suarapapua
No comments:
Post a Comment