Pace dan Mace (Source: IG @Adichandra38)
Pace dan Mace. Dua sebutan yang
begitu khas terhadap orang Papua dalam kehidupan sehari-hari, entah itu di
tanah Papua, maupun di tanah rantau. Pace adalah sebutan untuk para pria, dan
mace untuk para wanita. Berapapun usiamu, tetap dipanggil Pace atau Mace. Anak
sekolah dalam rentang usia setara SMP pun sudah terbiasa dipanggil Pace atau
Mace oleh sesama teman sebayanya. Lalu, dari mana asal kata Pace dan Mace ini?
Siapa yang seharusnya pantas untuk dipanggil Pace dan Mace? Mari seduh
secangkir kopi dan kita bahas secara runut.
Dari berbagai sumber informasi yang
kami himpun, secara etimologi atau arti kata, Pace dan Mace adalah Om dan
Tante. Ini merupakan bahasa Melayu yaitu Pak-cik dan Mak-cik yang
diadopsi oleh orang Fak-fak, Papua Barat pada masa perdagangan rempah dengan
Sriwijaya, Malaka hingga abad ke-19 dengan Singapura.
Om dan Tante ini berarti orang yang
dianggap lebih tua, bahkan untuk yang berusia di atas 30-40 tahun. Sedangkan
saat ini, Pace atau Mace telah dianggap sebagai panggilan akrab seperti Mas atau Mbak bagi
orang Jawa. Padahal, makna panggilan dalam lingkup usia bagi dua suku ini,
berbanding terbalik.
Ketika sudah berada di atas usia 40
tahun, orang Jawa mulai merasa tak pantas lagi dipanggil dengan sebutan Mas
atau Mbak, kecuali oleh pasangan dan saudaranya sendiri. Sedangkan Pace atau
Mace, harusnya dipanggil ketika usianya berada di angka 40an tahun.
Lebih jauh lagi, panggilan Pace atau
Mace ini telah dianggap sebagai panggilan Bro dan Sis. Padahal,
target sasaran yang dipanggil meleset jauh. Mahasiswa yang berusia 18-20 tahun,
bahkan anak SMP seperti sudah terbiasa dipanggil dengan sebutan Pace atau Mace.
Dari sini kita bisa melihat bahwa telah terjadi sebuah perpindahan makna
sebutan dari tingkatan usia.
Beberapa belas tahun silam sebelum
panggilan Pace dan Mace semakin luas dikenal dan semakin sering digunakan
seperti saat ini karena belum begitu luasnya jaringan teknologi dan komunikasi,
panggilan Pace dan Mace terasa risih oleh anak muda Papua yang memang merasa
belum pantas dipanggil Pace dan Mace, karena usianya yang masih terbilang muda.
Ketika dipanggil Pace dan Mace, ia merasa dianggap tua oleh orang yang
memanggilnya. Padahal, usianya belum menginjak usia seorang “Om” dan “Tante”.
Namun saat ini, sebutan Pace dan
Mace telah menjadi sepasang panggilan yang cukup dibanggakan, bahkan oleh anak
muda Papua dan suku lain yang telah lama merantau di Papua. Panggilan ini sudah
bukan lagi sebuah pemicu ketersinggungan batas usia. Pace dan Mace telah
menjadi identitas diri seorang pria atau wanita Papua. Ada rasa bangga
ketika mereka dipanggil Pace dan Mace. Ada sebuah kehangatan dari keakraban
dalam lingkup pergaulan ketika panggilan ini disebut dengan penuh kebanggaan.
Hari ini, sebuah identitas sederhana
berupa panggilan, telah diteruskan oleh generasi muda Papua sebagai sebuah
kebanggaan. Dua potong kata berpasangan yang berasal dari tanah Fak-fak, telah
dijadikan sebagai wajah persatuan di seantero Papua.
“Kalo ko panggil sa Pace atau Mace,
berarti ko ni sa pu sodara sudah!”
Oleh: Salman Faris Alkatiri
Sumber
Referensi:
No comments:
Post a Comment